7 Cara Mendisiplinkan Anak


Mengajari anak agar tak berlaku semaunya sekaligus mandiri perlu ketegasan orang tua

Orang tua harus bisa mengontrol anaknya sendiri. Mengontrol bukan berarti membatasi kreativitas anak atau memaksanya melakukan segala sesuatu yang diinginkan orang tua, melainkan membangun perilaku anak agar tetap berada di jalur yang benar. Sehingga ketika ia dewasa nanti, pribadi mandiri dan disiplin sudah tertanam.


Contohnya, membiasakan anak mengucapkan “tolong” dan “terima kasih“ setiap kali memerlukan bantuan dan dibantu, menyimpan seragam kotor di tempat cucian atau membereskan tempat tidur. Meski tampak remeh, kebiasaan positif semacam ini adalah awal pembentukan kedisiplinan anak, lho.

Lantas, cara apa yang bisa orang tua gunakan agar anaknya disiplin dan mandiri? Fabiola P Setiawan, M.Psi. , mengatakan, mendisiplinkan anak sama dengan mengajarkan atau mendidik anak. Lebih lengkapnya, lakukan beberapa langkah berikut.

Tegas
Sebaiknya, orang tua memberikan contoh terlebih dahulu bagaimana berperilaku seperti yang diharapkan orang tua kepada anak. Saat Anda menginginkan mereka merapikan tempat tidurnya, beri contoh dengan merapikan tempat tidur Anda.

Ajarkan juga langkah-langkah yang diperlukan agar tujuan orang tua tercapai. Misalnya, tunjukkan langkah apa yang harus dilakukan saat merapikan tempat tidur dan dampingi anak hingga dapat melakukannya sendiri.

Bicara dengan Jelas
Ucapkan perilaku spesifik yang ingin diterapkan dan hindarkan kata-kata yang bersifat abstrak. Hindari kalimat, “Nak, Mama ingin kamu lebih rapi, ya, mulai saat ini.” Ganti dengan, “Nak, kamu sudah besar dan mampu merapikan tempat tidur sendiri. Yuk, kita mulai dari pagi ini, ya.”

 Hindari mengingatkan anak pada kesalahan yang dilakukan sebelumnya. Misal: “Tuh, kan, bisa sendiri. Ingat enggak minggu lalu, kamu masih dibantu terus sama Mbak?” Hal ini dapat menurunkan motivasi anak.

Sebaliknya, kuatkan motivasi dengan melanjutkan pemberian penghargaan berupa pujian atau belaian dengan memberikan kalimat positif yang dibutuhkan anak, seperti “Wah hebat, ya, kamu sekarang bisa merapikan tempat tidur sendiri”.

Menunduklah saat berbicara dengan anak, terutama saat memberi kritikan kepadanya. Buat posisi (pandangan mata) Anda sejajar dengannya. Posisi sama ini membuat dirinya lebih nyaman, karena ia merasa Anda tidak mengintimidasinya dan Anda pun akan tetap menerima rasa hormat darinya.

Konsisten
Orang tua harus konsinten dengan apa yang pernah diajarkannya. Apabila hari ini anak diajarkan meletakkan piring kotor ke tempatnya, maka esoknya jangan biarkan ia meletakkan piring kotornya begitu saja di atas meja. Namun, jika orang tua salah, jangan sungkan untuk meminta maaf kepada anak.

Terapkan Aturan
Peraturan yang diterapkan sebaiknya berkaitan langsung dengan anak dan dapat memberikan dampak positif bagi tumbuh kembangnya.

Aturan juga perlu disesuaikan dengan tugas perkembangannya. Misalnya, anak usia 3 tahun diharapkan dapat mencuci dan melap tangannya serta makan dengan sendok dan garpu sendiri. Maka buatlah aturan tersebut dan terapkan pada anak usia 3 tahun.

Negosiasi
Anda bisa saja melakukan negosiasi dengan anak. Dengan syarat, sesuaikan dengan usia anak. Bernegosiasi dengan anak usia 3 tahun sangat berbeda dengan bernegosiasi dengan anak berusia 7 tahun.

Anak usia 3 tahun membutuhkan kalimat yang konkrit, jelas disertai dengan dampak langsung dari perilakunya.

Misalnya: “Jika kamu mandi sekarang, kamu bisa lebih cepat bermain di taman bermain dengan teman-teman. Tetapi, kalau kamu tidak mau mandi, badan menjadi tidak bersih dan kamu tidak bisa bermain dengan teman-teman, karena sebentar lagi mereka akan pulang”.

Sedangkan untuk anak usia 7 tahun, kita dapat melakukan negosiasi dengan lebih luas. Orang tua juga mulai dapat mengajak anak berdiskusi mengenai dampak positif dan negatif dari perilaku yang ingin diterapkan.


Beri Sanksi
Sanksi dapat diterapkan jika anak tidak bersedia untuk mengikuti peraturan yang telah disepakati bersama.

Sebaiknya, sebelum diberikan sanksi, anak harus diikutsertakan dalam menentukan aturan, menetapkan penghargaan (rewards ), dan sanksi. Hal ini juga mengajarkan anak untuk bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya. Sanksi yang bisa diterapkan bisa seperti time out  hingga mengurangi waktu melakukan kegiatan yang disukainya.

Sanksi sangat tidak disarankan adalah hukuman verbal (bentakan, hinaan, ejekan, sindiran, dan sebagainya) maupun bersifat fisik (pukulan, jeweran, sentilan, dan sebagainya). Hukuman fisik maupun verbal dapat menimbulkan masalah perilaku yang lebih luas dan berdampak buruk bagi perkembangan psikologisnya, seperti bagaimana anak menilai dirinya, kepercayaan diri, dan kematangan dalam mengelola emosi.

Anak yang mendapatkan hukuman verbal dan fisik juga belajar mengungkapkan emosi justru melalui pukulan, bentakan, dan tindakan serupa lainnya. Mereka juga menilai, cara orang tua memperhatikan dirinya adalah ketika orang tua memberikan hukuman fisik atau verbal kepadanya, sehingga ia akan cenderung mengulangi perilaku yang tidak diharapkan. Selain itu, anak juga berjanji tidak mengulangi perilaku nakalnya hanya untuk menghindari hukuman fisik.

Puji Dia
Apabila anak menunjukkan perilaku yang diharapkan, orangt ua dapat menunjukkan penghargaan, tapi jangan berupa imbalan atau hadiah yang bersifat materi. Sebaiknya, penghargaan yang diberikan berupa pujian yang tepat, belaian, pelukan, senyuman dan sikap orang tua lainnya yang dapat membuat anak merasa dihargai atas perilakunya. Penghargaan juga dapat berupa kegiatan bersama orang tua yang disukai anak. Misalnya memasak, memancing, atau piknik bersama anggota keluarga.

Terkait :