Bolehkah makan makanan pedas dan asam saat hamil? Yang terpenting, pandai-pandailah menilai batas kemampuan diri.
Jawabannya adalah Boleh, yang terpenting, pandai-pandailah menilai batas kemampuan diri asa asam konon membuat makanan jadi terasa menyegarkan. Citarasanya yang unik kerap diidentikkan sebagai obat ngantuk atau untuk mengurangi keluhan mual. Sementara rasa pedas memunculkan semangat dan memberi sensasi tersendiri pada si penikmat makanan tersebut.
Tak heran kalau dua citarasa ini sangat disukai banyak orang, termasuk ibu hamil. Selain itu, selama masa kehamilan juga dikenal fase ngidam yang umumnya dirasakan sebagai keluhan mual dan muntah. Untuk mengatasinya, ibu hamil menginginkan sesuatu yang terasa segar di mulut. Salah satunya makanan asam dan pedas.
Ginekolog dari Klinik SamMarie, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dr. Drajat M. Sastrawikarta, Sp.OG., menyebutkan, dalam buku-buku medis ilmu kandungan dan kebidanan, selintas memang disebutkan fase yang dinamakan ngidam/nyidam.
Ngidam, kata Drajat, merupakan keinginan ibu hamil untuk menyantap sesuatu. Akan tetapi keinginan tersebut kadang berkembang tak wajar. Contohnya, tidak apa-apa bila ibu hamil ingin makan buah kecapi yang asam. Menjadi tidak wajar bila permintaan tersebut muncul saat bukan musim kecapi. Sementara pohon kecapi sendiri, di Jakarta misalnya, sudah termasuk pohon langka.
PENGARUH KULTUR
Diakui Drajat, memang tidak semua ibu hamil melewati kehamilannya dengan ngidam. Kalaupun ngidam, belum tentu muncul keinginan “dramatis” untuk melahap makanan yang bercitarasa asam dan pedas. Namun demikian, di Indonesia memang banyak penggemar makanan yang rasanya merangsang ini. Mengenai penyebab pasti mengapa selera akan makanan asam dan pedas meningkat di masa kehamilan, menurut Drajat amat sulit dijawab. Sejauh ini memang tidak ada satu teori atau buku pun yang menjelaskan mengapa demikian.
Drajat menduga, di usia kehamilan muda, kegemaran makan makanan yang asam dan pedas lebih merupakan upaya ibu menghilangkan keluhan mualnya. Meski lagi-lagi belum ada penelitian ke arah sana, tapi menurut Drajat hal ini bisa dibenarkan.
Asumsinya, masyarakat kita secara turun-temurun menganggap makanan bercitarasa asam dan pedas bisa menghilangkan rasa mual. Tak heran kalau ketika hamil seorang ibu jadi menyukai rasa pedas dan asam, meski semula ia tidak seperti itu.
Contohnya, kata Drajat, ketika bepergian jauh, banyak yang membawa jeruk sebagai bekalnya. Kalau tidak, ada yang menyarankan mabuk perjalanan diatasi dengan minum rebusan asam jawa. Keduanya yang sama-
sama memiliki rasa asam diyakini bisa berfungsi sebagai obat antimual. Hal serupa juga berlaku untuk makanan yang bercita rasa pedas. Saat kita merasa mual di ulu hati seperti ingin muntah, lekaslah makan makanan yang pedas. Niscaya keinginan muntah bakal hilang dengan sendirinya. Tak percaya? Buktikan saja sendiri.
BELAJAR MENAHAN NAFSU
Yang ditekankan oleh Drajat, yaitu pentingnya membatasi konsumsi makanan pedas dan asam. Mengapa? Semata-mata untuk menjaga agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya, ibu mengalami diare yang bisa berlanjut menjadi gangguan dehidrasi sehingga membahayakan kehamilannya. Bukankah sesuatu yang berlebihan lazimnya menimbulkan dampak negatif?
Makan rujak 4 kali sehari, masing-masing dengan 20 cabe per porsi, jelas berlebihan dong. Namun lagi-lagi Drajat mengaku tak bisa menjelaskannya secara konkret mengenai batasan ini karena sifatnya memang sangat individual alias tak pernah sama. Oleh karena itu, agar kehamilan berjalan sehat dan nyaman, kenali diri sendiri.
Kalaupun ibu sudah akrab dengan makanan pedas sejak sebelum hamil, tak ada salahnya mengurangi “kualitas” pedasnya semata-mata demi menjaga sistem pencernaan dan janinnya. Nah, dengan pandai mengatur dorongan yang berlebihan, kesukaan mengonsumsi makanan pedas tetap boleh berlanjut tanpa harus mengundang risiko. Hal serupa juga berlaku juga untuk makanan dan minuman yang asam. Terlalu banyak mengonsumsi makanan/minuman yang asam juga akan membuat lambung tak nyaman.
Bahkan bukan tidak mungkin akan menyebabkan perlukaan di usus bila rasa asam itu berasal dari cuka atau bahan-bahan nonbiologis lainnya. Terutama bagi mereka yang sebelumnya sudah menderita gangguan mag.
PENTINGNYA EDUKASI
Drajat sendiri tak mempermasalahkan kebiasaan ibu-ibu hamil mengonsumsi makanan dan minuman yang pedas dan asam. “Sepanjang kebiasaan tersebut tidak merugikan diri si ibu dan lingkungan, menurut saya pribadi ya biarkan saja. Apalagi setahu saya tidak ada kontraindikasi makanan dan minuman seperti ini dengan kehamilan.”
Sayangnya, tidak sedikit ibu hamil yang hanya mengikuti dorongan nafsunya dan menyampingkan akal sehat. Untuk bisa memberikan pemahaman akan pola makan dan minum yang baik kadang bukan perkara mudah. Dituntut kesabaran dari sang suami dan anggota keluarga lainnya untuk menyampaikan misi edukatifnya. Jika tak berhasil juga, lebih baik minta bantuan dokter untuk menjelaskan. Bukankah umumnya ibu hamil mau mendengarkan apa yang dikatakan dokternya.
Drajat juga mengingatkan agar ibu-ibu hamil mewaspadai mitos-mitos yang kebenarannya diragukan. Di antaranya makan asam, terutama cuka, bisa membuat rahim mengerut. Padahal, tukasnya, “Kalau memang benar demikian, seharusnya bukan rahim saja yang mengalami pengerutan, melainkan seluruh organ tubuh ibu. Karena apa yang dimakan akan diserap oleh seluruh tubuh.”
Begitu juga dengan anjuran jangan banyak menyantap makanan yang pedas jika tak ingin anaknya nakal. Anjuran tersebut ada benarnya sebagian, “Tapi kalau dikait-kaitkan dengan kenakalan anak, dari mana kesimpulan tersebut didapat?” ujarnya balik bertanya.