6 Pilar Pengasuhan Positif pada Anak

Tak ada sekolah khusus untuk menjadi orangtua. Tetapi, orangtua tetap perlu belajar menerapkan pola pengasuhan yang positif pada anak agar dapat membentuk karakter positif anak di masa depan. Ilmu pengasuhan ini dapat Anda peroleh dari berbagai sumber, seperti seminar atau artikel di majalah dan buku-buku.

Pada dasarnya, ada enam pilar penting dalam pengasuhan anak, demikian menurut Hanny Muchtar Darta, saat peluncuran sekaligus bedah bukunya, Six Pillars of Positive Parenting, di arena Islamic Book Fair, Istora Senayan, Jakarta, Selasa (8/3/2011). Hal ini yang belum diketahui orangtua pada umumnya.

"Tanpa disadari, masih banyak orangtua yang menerapkan pola asuh atau pendekatan negatif dalam mengasuh dan mendidik anak-anaknya. Sebagai orangtua saya mengusahakan untuk belajar. Saya belajar untuk anak-anak saya, termasuk mempelajari enam pilar dalam mendidik anak-anak. Ini juga berdasarkan pribadi saya sebagai orangtua," ungkap Hanny.
Pilar pertama yang dimaksudnya adalah, kemitraan atau kerja sama antara ayah dan ibu (partnership parenting). Orangtua harus belajar bekerja sama dengan baik, terutama dalam mengajarkan nilai-nilai kehidupan kepada anak. Jangan sampai ada perbedaan pendapat dalam mengajarkan kedisplinan dan norma-norma kehidupan. Dengan demikian, anak akan mematuhi bimbingan orangtua karena melihat baik ayah maupun ibunya sepakat memberikan pandangan yang sama.

Pilar kedua terdiri atas "4B", lanjut Hanny, yaitu belailah, bicaralah, bermain, dan berpikir. Hanny memaparkan hasil penelitian Dr Harold Voth, psikiater dari Kansas, Amerika, mengenai unsur belaian. Berapa kali belaian yang Anda berikan pada anak setiap harinya akan memengaruhi tumbuh-kembangnya.

Misalnya, empat belaian pada anak dalam sehari bisa membuat anak selalu survive. Delapan belaian sehari dapat mendukung masa tumbuh anak. Sedangkan 12 belaian akan membuat anak sehat secara fisik maupun emosi. Fungsi belaian ini pun berlaku bagi pasangan suami-istri. Belaian mampu mengusir depresi, membuat kita awet muda, tidur lebih nyenyak, dan meningkatkan kekebalan tubuh.

Kemudian Hanny menganjurkan orangtua untuk menjalin komunikasi dengan anak. Komunikasi dapat dilakukan dengan banyak cara, salah satunya dengan membacakan buku untuk anak dan menanyakan pendapatnya mengenai isi buku itu.

Selain ngobrol, orangtua juga harus menyempatkan waktu untuk mengajak anak bermain dengan melibatkan fisik. Pada kesempatan bermain, peran ayah jauh lebih besar untuk mengajak anak melakukan kegiatan seperti olahraga maupun melakukan permainan lain. Tak hanya bermain secara fisik, anak juga harus diajarkan bermain dengan menggunakan ekspos pikiran. Hal ini membantu anak untuk mengelola alam pikirannya. Latihan berpikir juga membantu anak mengomunikasikan apa yang dipikirkannya karena belum tentu pikiran anak dan orangtua sama.

Pilar ketiga, antara orangtua dan anak selalu ada kesepakatan dalam melaksanakan kedisiplinan, dan terapkan aturan secara konsisten. Aturan tidak harus selalu dibuat oleh orangtua. Contohnya dalam menyepakati jam belajar. Anak dan orangtua bisa berdiskusi, berapa jam yang dibutuhkan anak untuk mengulang pelajaran sekolahnya. Orangtua menunjukkan cinta kasih tetapi tetap dengan ketegasan.

"Pilar keempat, orangtua harus memahami emosi negatif anak sejak dini. Ketika anak kita sedih dan menangis, tanyakan mengapa ia sedih, atau apa yang membuatnya menangis. Kita coba pahami perasaan anak untuk memperbaiki emosi-emosi negatifnya," ujar Hanny.

Pilar kelima, yaitu pentingnya gaya bahasa positif agar anak sehat secara fisik dan emosional. Pada bagian ini, Hanny mengutip pernyataan dari Task Force for Personal and Social Responsibilities di Amerika yang menjelaskan bahwa setiap harinya orang mendengarkan 432 kata dan kalimat negatif, dan hanya 32 kata dan kalimat positif. Sebanyak 80 persen kata-kata tersebut menyakitkan, memberikan dampak psikologis yang buruk, dan tidak memotivasi orang untuk bangkit. Sisanya, 20 persen orang bertahan meskipun mendengar kata-kata tersebut. Oleh karena itu, orangtua perlu belajar untuk tidak marah secara berlebihan, apalagi mengancam anak.

Pilar terakhir dalam buku ini, orangtua harus menerapkan pola asuh tanpa hukuman. Ternyata hukuman saja tidak membuat anak mampu melakukan perubahan positif. Orangtua sepatutnya memberikan kebebasan pada anak, bukan dalam arti kebebasan penuh, melainkan membiarkannya memilih konsekuensi dari tindakan yang dilakukannya. Dengan demikian anak bisa memetik pelajaran atas apa yang sudah dilakukannya.

Selain memaparkan tentang pilar-pilar pengasuhan anak, buku ini juga membeberkan hasil penelitian para ahli dan serangkaian cerita-cerita tentang keluarga.