"Postpartum Depression" Berbeda dari "Baby Blues"


Melahirkan seorang bayi ke dunia bisa menghasilkan perasaan dan emosi yang melimpah ruah. Mulai dari kegugupan hingga kesenangan yang melimpah karena kedatangan seorang anggota baru dalam keluarganya. Namun, kegirangan yang datang pada sebagian ibu terbayang-bayangi oleh depresi.

Depresi usai persalinan bisa saja datang dan dikira sebagai "baby blues". Baby blues adalah salah satu depresi yang juga sering dialami oleh para ibu paskamelahirkan, tetapi kadarnya masih di bawah postpartum depression. Baby blues secara umum bisa berlangsung antara beberapa hari atau beberapa minggu. Gejalanya antara lain; perubahan mood yang tiba-tiba (mood swing), kekhawatiran, sedih, mudah marah, hingga menangis.

Gejala yang dialami postpartum depression, lebih parah dan kadang bisa berlangsung hingga 6 bulan. Seorang ibu yang mengalami hal ini akan memiliki kesulitan untuk merasakan hubungan dengan bayinya, dan ada kemungkinan pula berpikiran untuk menyakiti dirinya dan anaknya.

Ternyata, menurut penelitian yang dilansir American Journal of Psychiatry, otak perempuan yang mengalami postpartum depression ini berbeda dengan ibu yang tidak mengalami.

Para periset di University of Pittsburgh Medical Center membandingkan beberapa ibu yang baru melahirkan dalam waktu 12 minggu, 14 dari mereka mengalami depresi, dan 16 diantaranya dalam keadaan sehat. Setiap ibu ditunjukkan gambar wajah marah dan takut, sementara para peneliti melihat aktivitas otak para ibu ini menggunakan magnetic resonance imaging (MRI).

Dari penelitian tersebut, diketahui bahwa aktivitas otak yang berhubungan dengan emosi, tidak terlalu aktif di dalam otak perempuan yang mengalami postpartum depression, sementara pada ibu-ibu yang sehat, sirkuit otak tersebut terlihat "menyala". Hal ini bisa menjelaskan mengapa para ibu mengalami kesulitan untuk merasakan ikatan dengan anak bayinya. Tak heran kita mendengar berita mengenai ibu-ibu yang tega membunuh anaknya yang baru lahir, atau meninggalkannya sendirian di pinggir jalan atau lainnya.

Bagian otak yang diteliti itu merupakan sebuah jalan yang menyambungkan dua bagian dari otak yang diperkirakan memiliki peran penting untuk menciptakan respon emosional terhadap rangsangan kurang menyenangkan, seperti tangisan bayi.

Meski kondisi ini belum sepenuhnya dimengerti, studi semacam ini, menurut salah seorang penelitinya, Eydie Moses-Kolko, profesor di University of Pittsburgh School of Medicine, mengatakan, bisa berpotensi membawa perkembangan terhadap pengobatan postpartum depression.

Terkait :